Alkisah suatu ketika, ada seorang anak yang menangis menemui guru kesayangannya. Sang anak rela berjalan jauh mendatangi rumah gurunya tersebut. Anak itu berumur sekitar 12 tahun. Namanya Ade.
“Pak Guru, aku benci pada Ayahku!... Benci sekali!” teriaknya sambil mendekati gurunya.
“Tenang dulu Ade... tenang...” sang guru mencoba menenangkan Ade, anak yang menangis tersedu-sedu, sambil memeluk dirinya.
“Kenapa Ade membenci Ayah? Coba katakan dengan tenang.”
”Pak Guru, Ayah sering membentakku... Ayah sering menjewerku! Baru
saja, saya dimarahin... Pokoknya aku benci dia!” jawab Ade sambil
menangis.
”Tenang, dulu Ade...”, ucap Gurunya, sambil mengambil sebuah kertas dan pena, yang kemudian di berikan kepada Ade.
”Coba Ade tuliskan di kertas ini, apa saja kekurangan Ayah Ade, sejak
Ade masih kecil hingga sekarang...” kata sang guru kepada Ade. Ade
terheran-heran sambil mengusap air matanya. Dia menatap kertas yang
disodorkan gurunya.
Perlahan-lahan Ade mulai menuliskannya satu
persatu kekurangan Ayahnya. Ayahnya yang suka membentak, suka menjewer
dia, dan marah-marah. Dia tulis satu persatu dalam kertas tersebut.
”Sudah Ade?... Kalau sudah, sekarang coba tuliskan segala kelebihan dan
kebaikan Ayahmu, sejak Ade masih kecil sekali hingga sekarang... Ayo,
tuliskan...” pinta gurunya.
Sejenak Ade berfikir, dengan
pandangan condong keatas, mencoba mengingat masa lalunya. Hingga satu
persatu ia tuliskan kelebihan dan kebaikan ayahnya. Ayahnya yang suka
membelikan dia mainan, mengajak bermain di taman, menggendongnya,
membelikan es krim, menemaninya belajar, dan lainnya.
”Sudah Ade?” tanya sang guru dengan halus. Adepun menganggukkan kepalanya, sambil menatap wajah sang guru.
”Nah coba perhatikan, ternyata jauh lebih banyak kebaikan dan kelebihan
Ayahmu, dibandingkan kekurangan dan keburukan Ayahmu. Lalu kenapa Ade
masih membenci beliau? Harusnya Ade, bersyukur kepada Allah, karena
diberikan Ayah yang mencintaimu.”
”Tahukah Ade, ketika engkau
masih berada dalam kandungan ibu. Ayah sangat senang mendengar bahwa
beliau akan menjadi ayah. Beliau memberitahu kepada seluruh temannya.
Dengan bangga dia bercerita bahwa ia akan menjadi bapak. Anak ini Insya
Allah akan menjadi anak yang sholeh atau sholehah, berguna bagi Agama,
bangsa dan negara. Itulah kata-kata yang dicapkan Ayahmu kepada
teman-temannya”
”Tahukah engkau, ketika ibumu akan melahirkan
dirimu? Beliau pontang panting mencari bidan terbaik, agar engkau lahir
di dunia ini dengan sehat dan sempurna. Beliau tak peduli berapa banyak
biaya yang harus dikeluarkan. Hingga tiba saatnya beliau menangis
bahagia ketika melihat dirimu lahir dengan sehat. Sujud syukur dia
lakukan tuk mensyukuri karunia-Nya, sambil berdoa agar dirimu menjadi
anak yang sholeh, dan berbakti.”
”Tahukah engkau, ketika engkau
masih bayi, Ayahmu dan Ibumulah yang membersihkan kotoranmu. Ketika
engkau sulit bernafas karena pilek, beliau yang menyedot kotoran
hidungmu dengan mulut beliau...”
”Pasti engkau ingat Ade?
Ketika engkau harus sekolah, beliau harus membelikan seragam, buku,
sepatu, dan lain-lain untukmu. Tahukah engkau Ade, bahwa beliau harus
hutang sana sini untuk membelikan itu semua. Beliau merelakan bekerja
seharian untuk membayar hutang-hutang itu.”
”Lalu, apakah pantas Ade membenci Beliau?” tanya sang guru.
Ade menunduk dan air matanya mengalir kembali. ”Tidak pantas Pak Guru.” jawabnya lirih sambil tersedu-sedu.
”Nah, pulanglah segera. Pasti beliau sedang mencarimu kemana-mana
karena mengkhwatirkanmu. Minta maaflah kepada Beliau. Dan berjanjilah
akan menjadi anak yang sholeh yang berbakti kepada orang tua.”
”Tok... tok... tok... ” tiba-tiba terdengar seorang tamu mengetok pintu rumah.
silahkan masuk siapa ya?” Pak Guru segera membukakan pintu.
Ade terperanjat kaget melihat seorang pria yang berada di depan pintu
itu. Adepun langsung beranjak berdiri dan memeluknya. Ya, tamu itu
adalah ayahnya yang sedang mencari Ade. Sang Guru hanya menatap terharu
melihatnya mereka berdua berpelukan.
Saudara terkasih dalam
Kristus, Ayah kita adalah sebaik-baik lelaki yang mencintai kita.
Mungkin sikapnya tidak sesuai dengan harapan kita. Tapi yakinlah, jangan
pernah meragukan, akan ketulusan dan kebesaraan cintanya kepada kita.
Amin
Source : Bunda Maria Santa Perawan Suci (Facebook Page)
Categories: Kisah
0 comments:
Post a Comment
Berkomentarlah yang santun.
Tidak ada captcha, komentar langsung di publikasikan